Kurang lebih seminggu sebelum hari H, hari dimana PERABA alias Pekan Raya Bahasa yang setiap tahun diadakan dikampus ku akan dilaksanakan.
PERABA merupakan acara tahunan kampus yang mana kita (anak-anak jurusan bahasa meliputi bahasa indonesia, bahasa inggris, dan bahasa jepang dari universitas uhamka Limau dan uhamka pasar rebo) bersaing untuk adu bakat, adu kemampuan, dan adu keberanian.
Seorang panitia PERABA datang kesetiap kelas untuk mempromosikan acara tersebut, bukan Cuma mempromosikan melainkan juga memberikan formulir pendaftaran. Siapa pun bisa ikut diacara ini, mulai dari anak semester satu sampai anak semester delapan.
Nah, aku yang menjabat sebagai sekertaris kelas dengan seksama membaca formulir itu. Mencoba melihat perlombaan apa sajakah yang dilombakan dalam acara ini.
Tak butuh waktu lama untuk ku melihat macam-macam perlombaannya.
Mataku langsung melotot melihat sebuah tulisan yang kira-kira bertuliskan seperti ini..
1. lomba baca puisi
2. lomba drama
“aku ikut yang ini ya”, kataku kepada sang ketua kelas sambil menunjuk pada tulisan lomba baca puisi dan lomba drama.
tanpa ragu-ragu aku tulis nama ku dengan pulpen bertinta biru yang saat itu sedang aku genggam ditangan ku, yaa… secara pasti aku tulis nama ku sebagai peserta lomba membaca puisi.
Sebenarnya masih ada lomba-lomba lainnya yang diperlombakan, seperti, lomba merias jilbab, lomba origami, dan lomba speech contest. Namun aku tidak begitu antusias mengikuti perlombaaan selain lomba baca puisi dan lomba drama. Mungkin karena aku tidak menyukainya.
Membaca puisi bukanlah hal yang asing dan tabu bagiku, karena sejak aku di sekolah dasar, aku dikenal sebagai anak yang mahir membaca puisi, aku juga mendapatkan nilai terbaik saat pengambilan nilai membaca puisi di mata pelajaran bahasa Indonesia.
Aku pun sering diminta untuk membaca puisi diacara-acara tertetu disekolahku, seperti saat memperingati maulid nabi,perpisahan kelas, ataupun isra mi’raj. aku masih ingat, puisi pertama yang aku baca dimuka kelas adalah puisi yang berjudul “JAKARTA” karya Husni Djamaludin
Awalnya teman-teman ku meledek ku setelah aku selesai membaca puisi itu didepan kelas, namun itu tak membuatku kecil diri. Malah sebaliknya, aku berhasil membuktikan kepada mereka bahwa aku mendapat nilai yang paling tinggi dikelas.
Dan setelah aku masuk ke SMP aku juga sering mengikuti lomba membaca puisi dan selalu menjadi juara dalam porseni disekolah ku.
Kembali ke lomba baca puisi dikampus ku, aku melihat persyaratannya, diformulir itu tertulis bahwa, puisi yang dibacakan haruslah puisi yang diciptakan oleh tiga sastrawan besar Indonesia yaitu Chairil Anwar, Djoko Damono, dan WS Rendra.
Pikirku terus tergoyak, hmmm… puisi apa yang kira-kira akan aku bacakan nanti? Puisi siapa yang akan aku baca? Duhhh… Aku sungguh bingung. Setelah pulang kuliah, aku coba untuk mencari di internet tentang kumpulan puisi-puisi Chairil Anwar.
Dari situ aku menemukan banyak sekali puisi karyanya, aku harus menghabiskan waktu untuk membaca satu per satu karya puisi nya yang menurutku bahasanya tidak mudah untuk aku pahami.
Sampai akhirnya aku memilih salah satu puisinya yang berjudul “karawang bekasi:” mulanya aku tidak tahu apa makna dari puisi ini. Aku coba memanggil kaka ku untuk menjelaskan maksud dari puisi ini. dia mengatakan bahwa puisi ini adalah puisi yang mengisahkan perjuangan pahlawan sewaktu zaman penjajahan untuk merebut kemerdekaan.
Baiklah, aku sudah menemukan puisi yang akan aku bacakan diperlombaan PERABA nanti. Selanjutnya, aku harus mempersiapkan drama yang mana telah aku katakan pada ketua kelas bahwa aku menyanggupi untuk berpartisipasi dalam perlombaan drama ini.
Esok harinya aku coba untuk mengumpulkan nama temen-teman kelasku yang mau aku ajak untuk menjadi bagian dalam lomba drama kali ini.
sengaja aku mengajak teman-teman yang merupakan anggota dari teater hijrah (nama teater dikampusku) namun ada juga temanku yang bukan anak teater tetapi mau bergabung. Dan akhirnya aku menemukan tujuh personil yang akan masuk dalam tim drama. mereka adalah Norma, Lala, Novia, Jupe, Embet, Shella, Tiara, dan yang terakhir adalah aku. Ohiya… perlombaan drama ini juga ditentuin lho temanya. Ada tiga tema yang disajiakn yaitu tentang pendidikan, budaya dan politik.
Tim ku mencoba mengangkat tema pendidikan, kenapa? Karena pendidikan adalah pembicaraan yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan. Kita pun terinspirasi dari banyak nya film-film Indonesia yang akhir-akhir ini juga sering mengangkat cerita yang berbau pendidikan serta perjuangan anak-anak Indonesia untuk mengejar cita-cita yang semangatnya selalu berkobar.
Aku meminta izin kepada teman-teman agar aku diberikan kekuasaan penuh untuk menulis scenario dan aku juga yang menentukan jalan ceritanya. Setelah teman-teman menyetujui permintaanku ini maka aku segera membuat scenario nya. Tak ketinggalan, aku pun meminta bantuan sepupu ku “Ulfa Sabila Khoiriyah” untuk membantu menuliskan dialog nya.
Hanya membutuhkan waktu sehari untuk menulis teks dramanya, aku mengambil cerita dari sebuah blog yang tanpa sengaja aku temukan, ini merupakan kisah nyata dari seorang anak laki-laki yang tinggal dibantaran kali code Yogyakarta, anak laki-laki itu bernama Jepi.
Jepi adalah salah satu dari banyak nya anak-anak Indonesia yang merasa bosan, letih, dan penat dengan segala rutinitas sekolah. Ia adalah sosok seorang anak sederhana yang berasal dari keluarga yang ekonominya bisa dibilang sulit.
Ia tidak menemukan kebahagiaan dalam menempuh penididikan, ia tidak tahu untuk apa ia bersusah-susah sekolah. Kesibukannya sehari-hari hanyalah sekolah dan membantu kedua orang tuanya mencari uang.
Bahkan sangking sibuknya, ia tidak memikirkan apa cita-cita nya dihari esok. Ia tidak berani bermimpi karena kadaannya yang sulit. Sampai suatu ketika datanglah seorang mahasiswa yang berhasil mendobrak batas-batas pemikiran Jepi yang sempit.
Hari pertama latihan pun dimulai
Mencari karakter yang pas untuk menggambarkan sosok seorang Jepi bukanlah hal yang mudah. Kami harus berganti-ganti peran agar bisa menemukan karakter-karakter yang pas.
Dalam cerita drama ini, aku mencoba mengganti nama Jepi menjadi Sukma. Maklumlah tim ku bernaggotakan perempuan semua. Namun hal itu tidak menjadi penghambat yang serius.
Didalam drama ini ada beberapa tokoh, Aku menjadi Sukma, Lala menjadi Ibu nya Sukma, Novia menjadi Ibu Guru, Agnes sebagai Ros (teman Sukma yang centil), Tiara sebagai Tiara (teman Sukma yang berasal dari jakarta), Jupe sebagai Nur (teman sukma yang berlogat bahasa minang), lalu yang terakhir adalah Embet sebagai mahasiswa.
2 hari latihan sudah membuat kita semua merasa percaya diri dan siap mengikuti lomba esok.
Malam hari sebelum tidur, aku siapkan diri untuk berlatih mambaca puisi. Sekitar sampai jam 12 malam aku berlatih tanpa bersuara karena takut mengganggu tidur orang-orang rumah.
Dipertengahan teks puisi yang kubaca, aku ingat sebuah pesan dari teman ku yang bernama agnes, “tah, anak pasar rebo itu kalo baca puisi lebai-lebai banget. Sampe-sampe geser-geser ketanah. Nah nanti lo bacanya yang lebai ya”. Bukan perkara sulit bagi ku, aku hanya butuh menghayati puisi nya lalu ekspresiku akan mengalir seperti air sungai.
Belum sampai disitu saja latihan ku, setelah selesai latihan membaca puisi aku pun harus menghafalkan dialog ku untuk pentas drama besok karena aku mendapat sebuah dialog yang sangat panjang. Aku juga yakin teman-teman se-tim drama ku juga sedang melakukan hal yang sama malam ini yaitu “menghafal dialog”.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba
Perlombaan pertama adalah lomba membaca puisi, hati ku berdesir kencang. ini adalah perlombaan pertama yang aku ikuti yang mana semenjak SMA, aku belum pernah mencetak kemenangan lagi dalam membaca puisi. Giliran ku tiba, aku adalah peserta kedua, memang penonton tidak begitu banyak. Tiga orang juri duduk dibarisan paling depan dan semua juri adalah seorang wanita berjilbab.
Segera aku percepat langkah menuju panggung yang berjarak tak lebih 10 meter dari tempat ku duduk. “panggung ini milikku”, aku mencoba membangkitkan sendiri semangat ku. Aku mulai dengan mengatur nafas, berusaha lebih tenang, dan melemparkan senyuman untuk teman-teman ku yang menjadi supporter ditempat duduk barisan belakang.
Aku mulai dengan mengucapkan salam sambil tersenyum menatap penonton. Aku membaca puisi sambil menggerakkankan tangan ku kekanan, kekiri, katas, dan kebawah. Aku berusaha menguasai panggung yang cukup luas itu. Sampai pada klimaks nya, aku jatuh bersimpuh sebagai ekspresi kesedihan, lalu aku bangkit lagi dengan mengacung-acungkan tangan. Diakhir membaca puisi, aku tutup dengan mengucap salam dan berdiri keposisi semula seperti awal aku mengucap salam yang pertama.
Tepukan meriah pun datang kepada ku. Silih berganti peserta, aku melihat kemampuan peserta lain yang juga tidak kalah hebat.
Aku mendapat banyak pujian dari para juri, mereka mengatakan bahwa dari pertama aku mengucaap salam, para juri sudah merasa merinding.
Itu merupakan nilai plus untukku. Aku hanya tinggal menunggu pengumuman saja.
Beralih ke perlombaan drama, setelah aku selesai membaca puisi, aku dan teman-teman drama segera mengganti baju pentas. Kita berdandan layaknya seorang artis profesional.
Kami adalah peserta yang mendapat urutan pertama untuk tampil.
Sebelum itu aku ajak teman-teman untuk membentuk lingkaran dan berdoa agar diberikan kelancaran selama pentas drama sedang berlangsung. Namun sayang sekali, music yang menjadi soundtrack dalam drama kami sedikit mengalami kesalahan teknis karena speaker/salon yang dipakai tidak bisa bekerja dengan bagus.
Walau demikian kami tetap melanjutkan pentas kami. Para kru yang sedang memperbaiki speaker akhirnya dapat mengatasinya kemudian drama kami pun menjadi lebih hidup saat music terdengar. Lalu pentas drama sudah selesai.
Tepukan meriah datang untuk kami, berbagai pujian pun terlontar dari bibir para penonton setelah kita turun dari panggung. Ada yang mengatakan bahwa ceritanya sedih, ada pula yang sampai menangis dan terharu.
Kami semua tegang menunggu pengumuman pemenang.
Kami optimis bahwa drama yang kami sajikan tadi akan menang.
Aku pun optimis bahwa aku juga akan jadi pemenang dalam lomba baca puisi kali ini.
Waktu yang ditunggu-tunggu tiba, acara puncak PERABA sekaligus pengumuman lomba pemenang. Banyak sekali yang berdatangan untuk menyemarakkannya. Ketua Program Studi pun ikut hadir, para dosen juga tak ketinggalan hadir.
Seorang pembawa acara membaca keras-keras “… dan pemenang lomba drama adalah, bahasa inggris kelas 2C”, Setelah itu dilanjutkan dengan pengumuman pemenang lomaba baca puisi “…. Pemenangnya adalah iftitah nurul jannah yang datang dari prodi bahasa inggris kelas 2C”
Aku sangat takjub dan merasa bahagia karena akhirnya aku dan teman-teman berhasil merebut juara 1 dalam lomba drama. Aku pun juga berhasil merebut juara 1 dalam lomba membaca puisi. Kami mendapatkan sebuah piala, hadiah kenang-kenangan berbentuk cangkir cantik dan juga hadiah berupa uang tunai.
Ini adalah prestasi pertama ku saat aku berada didunia perkuliahan. Ini juga merupakan prestasi ku yang kembali tercetak setelah lama aku tidak menyabet sebagai juara dalam perlombaan apapun semasa aku SMA.
Kelelahan dan perjuangan ku bersama teman-teman tidak sia-sia. Kami berhasil mengharumkan nama ENGLISH kelas 2C.
Penghargaan ini akan menjadi pendorong semangat untuk ku belajar lebih. Dan yang terpenting adalah, Alloh telah memberikan hadiah dan kejutan yang sangat membahagiakan untuk ku dan teman-teman.